Itu perkataan seorang yang sangat gigih dalam membela Ahmadiyah (agama nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad) sebagaimana bisa dilihat dari berbagai tayangan media televisi yang menayangkan jumpa pers di PBNU Sabtu 16 Juli 2005. Sampai saat itu pembela Ahmadiyah, Dawam Rahardjo dijuluki sebagai tokoh Islam, petinggi Muhammadiyah, dan petinggi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Bagaimana mungkin seseorang yang berlabel sangat Islami itu bisa menyatakan akan ikut gerakan anti Islam? Barangkali saja, ini menunjukkan bahwa selama ini ia cuma cari makan melalui Islam. Sekarang terungkap kegigihan Azyumardi Azra dari UIN Jakarta yang “membanggakan” keperjuangannya dalam membela kekafiran yakni di antaranya Ahmadiyah, maka tulisan berikut ini sangat relevan untuk ditampilkan sekarang. Tentang Azra dapat dibaca di judulAzra “Jawara” Pembela Ahmadiyah Agama Nabi Palsu Added on 12 October 2013 nahimunkar.com http://www.nahimunkar.com/azra-jawara-pembela-ahmadiyah-agama-nabi-palsu/. Berikut ini tulisan yang menyoroti soal pembelaan dan kebohongan agama nabi palsu Ahmadiyah tahun 2005. *** KEBOHONGAN-KEBOHONGAN ALIRAN SESAT AHMADIYAH Membongkar Kesesatan AhmadiyahKatagori : Counter Liberalisme Oleh : Erros Jafar 21 Jul 2005 – 1:30 am “Dawam Rahardjo Dibiayai Ahmadiyah” Sehari pasca penyerbuan terhadap Pusat Jemaat Ahmadiyah di Parung, Bogor, 15 Juli 2005 lalu, Johan Effendi mantan petinggi Depag yang juga anggota resmi Ahmadiyah, mengadakan jumpa pers di PBNU. Jumpa pers yang diliput oleh sebagian besar media teve itu, antara lain dihadiri oleh Dawam Rahardjo, Ulil, Musdah Mulia, dan sebagainya. Dawam Rahardjo petinggi ormas Muhamamdiyah era Amien Rais dan Syafi’i Ma’arif, tampil bak pahlawan kesiangan membela Ahmadiyah. Kalimat-kalimat yang meluncur dari mulutnya, tidak saja menggelontorkan pembelaan terhadap Ahmadiyah dengan alasan hak asasi manusia, tetapi juga ia mengeluarkan pernyataan yang sangat kampungan, yaitu “… kalau ada gerakan anti Islam, maka saya akan ikut…,” sebagaimana bisa dilihat dari berbagai tayangan media televisi yang menayangkan jumpa pers tersebut. Selama ini Dawam dijuluki sebagai tokoh Islam, petinggi Muhammadiyah, dan petinggi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Bagaimana mungkin seseorang yang berlabel sangat Islam itu bisa menyatakan akan ikut gerakan anti Islam? Ini menunjukkan bahwa selama ini ia cuma cari makan melalui Islam. Mengapa Dawam begitu gigih tampil sebagai pembela Ahmadiyah. Pengalaman Hartono Ahmad Jaiz penulis buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia dapat menjelaskan hal ini. “Ketika saya bersama Haryadi (mantan anggota Jemaat Ahmadiyah), Farid Okbah (Da’i dari Al-Irsyad), dan Abu Yazid (dari Persis) masuk ke kampus Mubarok Parung Bogor saat Thahir Ahmad ada di sana, dengan maksud ingin bertamu mengunjungi salah seorang teman Ahmad Haryadi, kami justru ditangkap. Ketika pihak keamanan Ahmadiyah sedang mengusut teman-teman saya yang bertamu tapi ditangkap ini, saya berbincang-bincang dengan sebagian dari mereka. Ketika itu, saya tanyakan, kenapa Dawam Rahardjo datang ke London mengundang Thahir Ahmad ke Indonesia? Dijawab, karena Ahmadiyah membiayai Dawam Rahardjo.” Pantaslah, di saat ada desakan dari umat Islam sekitar kampus Mubarok Pusat Ahmadiyah agar Ahmadiyah dan kampusnya dibubarkan, maka Dawam Rahardjo menjadi “pahlawan” kesiangan. Dawam mengecam MUI, FPI, dan LPPI. Masih kurang puas, Dawam pun menulis di Koran Indo Pos, berjudul Teror Terhadap Ahmadiyah.Dawam tampak gusar, dengan dalih HAM (Hak asasi manusia) maka dia tudingkan telunjuknya yang sudah menua renta itu dengan berteriak bahwa FPI (Front Pembela Islam) dan LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) berada di balik teror itu. Sebagaimana diketahui, setelah terjadi pengepungan massa umat Islam terhadap Pusat Ahmadiyah di Kampus Mubarok di Parung Bogor Jawa Barat ba’da Jum’at 15 Juli 2005 (8 Jumadil Akhir 1426 H), berakhir dengan keputusan Pemda Bogor untuk menutup pusat aliran sesat Ahmadiyah itu, dan orang-orang Ahmadiyah di dalamnya dievakuasi dengan 4 bus dan 4 truk polisi. Munas ke-2 MUI tahun 1980 memfatwakan bahwa Ahmadiyah adalah di luar Islam, sesat menyesatkan. Diperkuat pula oleh adanya surat edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan haji Departemen Agama, agar ulama menjelaskan sesatnya Ahmadiyah. Ahmadiyah Qadian menyusup dan datang ke Indonesia sejak 1925 –sedangkan Ahmadiyah Lahore hadir empat tahun kemudian (1929) – semula digandeng oleh Muhammadiyah karena dianggap sebagai pembaharu. Namun di tahun 1930-an Muhammadiyah baru menyadari bahwa Ahmadiyah itu bukan pembaharu, maka Muhammadiyah pun tidak lagi menjadikan Ahmadiyah sebagai kawan. Meskipun sudah sejak tahun 1930 pimpinan Muhammadiyah melalui pidato resminya menyatakan bahwa Ahmadiyah yang selama ini dijadikan teman ternyata bukan teman, namun sampai tahun 2000 masih ada petinggi Muhammadiyah, yaitu Dawam Rahardjo, yang mengatas-namakan Muhammadiyah mengundang Thahir Ahmad (Khalifah IV Ahmadiyah di London) untuk hadir ke Indonesia di masa Presiden Abdurrahman Wahid. Kedatangan penerus nabi palsu yang diundang oleh orang yang juga memalsu atas nama Muhammadiyah itu disambut pula oleh bekas Ketua Muhammadiyah yang saat itu sedang menjabat sebagai Ketua MPR, Amien Rais. Bahkan, Thahir Ahmad dan Amien Rais sempat berangkulan di Gedung DPR/MPR. Sementara itu yang memalsu atas nama Muhammadiyah, Dawam Rahardjo, mengalungkan bunga kepada penerus nabi palsu Thahir Ahmad di Bandara Cengkareng. Semua itu kemudian disiarkan oleh media Ahmadiyah. Peristiwa itu mengundang komentar seorang pakar dari Pakistan, Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, penulis buku Keyakinan Al-Qadiani, yang dengan sengaja hadir ke Indonesia dan berpidato di Masjid Al-Azhar Jakarta. Pakar dari Pakistan ini memprotes keras, dan menuntut agar Dawam Rahardjo diadukan ke pengadilan, karena telah mengatas-namakan Muhammadiyah, mengundang penerus nabi palsu ke Indonesia. Dalam hal membela aliran sesat Ahmadiyah ini, kalangan muda Muhammadiyah pun tak mau ketinggalan kereta. Mereka tergopoh-gopoh mengadakan konperensi pers di kantor Pusat Muhammadiyah untuk membela Ahmadiyah. Sukidi, yang memang kadernya Dawam Rahardjo dan aktivis JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah), mengambil kesempatan untuk membela Ahmadiyah. Kematian yang Menjijikkan Hartono Ahmad jaiz pernah bertanya kepada Dr. Hasan bin Mahmud Audah, mantan orang kepercayaan Khalifah Ahmadiyah ke-4 Thahir Ahmad, yang sudah kembali ke Islam. “Apakah benar, nabinya orang Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India 15 Februari 1835 dan mati pada 26 Mei 1906, itu matinya di kakus (WC)?” Kemudian Dr. Hasan bin Mahmud Audah pun menjawab,“Ha…, ha…, haa… itu tidak benar. Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa ke WC. Dia meninggal di tempat tidur. Tetapi berminggu-minggu sebelum matinya dia berak dan kencing di situ. Jadi tempat tidurnya sangat kotor seperti WC. Karena sakitnya itu, sampai-sampai dalam sehari dia kencing seratus kali. Makanya, tanyakanlah kepada orang Ahmadiyah, maukah kamu mati seperti nabimu?” Dr Hasan bin Mahmud Audah adalah mantan Muballigh Ahmadiyah dulunya dekat dengan Thahir Ahmad (Khalifah Ahmadiyah) yang mukim di London. Pertanyaan di atas diajukan Hartono Ahmad Jaiz seusai berlangsungnya Seminar Nasional tentang Kesesatan Ahmadiyah dan Bahayanya yang diselenggarakan LPPI di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 11 Agustus 2002. Selain masalah kematiannya yang menjijikkan, Mirza Ghulam Ahmad menurut Audah punya dua penyakit: jasmani dan akal. Sakit jasmaninya sudah jelas, berminggu-minggu menjelang matinya tak bisa beranjak dari tempat tidur, hingga kencing dan berak di tempat tidurnya. Adapun sakit akalnya, Mirza Ghulam Ahmad mengaku menjadi Maryam, lalu karena Allah meniupkan ruh kepadanya, maka lahirlah Nabi Isa. Dan yang dimaksud dengan Nabi Isa itu tak lain adalah diri Mirza Ghulam Ahmad itu sendiri. “Apakah tidak sakit akal itu namanya,” ujar Dr Hasan Audah yang dulunya mempercayai Mirza Ghulam Ahmad, sehingga sempat membeli sertifikat kuburan surga di Rabwa. Ahmadiyah Jago Berbohong Tentang propaganda bohong, Ahmadiyah adalah jagonya. Hartono Ahmad Jaiz menyampaikan pengalamannya: “Propagandis Ahmadiyah di depan saya dan 1200 hadirin di Masjid Al-Irsyad Purwokerto, April 2002, masih bisa ngibul (berbohong) dengan mengatakan bahwa banyak raja-raja di Afrika yang masuk ‘Islam’, yaitu masuk Jemaat Ahmadiyah. Hingga seakan-akan orang Ahmadiyah bangga dan berjasa kepada Islam karena bisa ‘mengislamkan’ raja-raja di Afrika.” Ketika hal itu dikemukakan Hartono kepada Dr Hasan Audah, kontan mantan petinggi Ahmadiyah ini kembali tertawa dan berkata: “Itu bohong besar. Di Afrika, kepala-kepala dusun (desa) memang disebut raja. Jadi hanya tingkat kepala dusun, bukan berarti raja yang sebenarnya. Nah itulah yang dijadikan propaganda. Ahmadiyah memang penuh kebohongan dan propaganda,” tegasnya. Kalau disimak, keterangan Dr Hasan Audah itu bisa dicocokkan dengan aneka ajaran Ahmadiyah, bahkan slogan-slogannya. Kebohongan memang ada di mana-mana. Di kitab sucinya, Tadzkirah, di sertifikat kuburan surga, bahkan di spanduk-spanduknya pun penuh kebohongan. Satu contoh kecil, spanduk yang dipasang di berbagai tempat dalam lingkungan Al-Mubarok, sarang Ahmadiyah di Parung Bogor Jawa Barat, waktu kedatangan Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad, Juni-Juli 2000, masa pemerintahan Gus Dur, adalah slogan Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci. Tetapi itu slogan bohong. Buktinya, ketika Ahmad Haryadi mantan propagandis Ahmadiyah bersama Hartono Ahmad Jaiz, Farid Okbah da’i Al-Irsyad, dan Abu Yazid pemuda Persis (Persatuan Islam) dari Bekasi Jawa Barat masuk ke sarang Ahmadiyah di Parung saat ada upacara besar-besaran mendatangkan Khalifah Ahmadiyah IV Thahir Ahmad dari London itu, tiba-tiba seorang tua bekas teman Haryadi membentaknya, “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?!” Ahmad Haryadi menjawab, “Itu kan ada spanduk, Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci.” “Tidak bisa! Dicintai itu kalau kamu cinta kami. Kamu kan tidak cinta kami!” Ujar lelaki Ahmadiyah keras-keras. Belum berlanjut perdebatan antara mantan dan aktivis Ahmadiyah itu tahu-tahu Ahmad Haryadi dan kawan-kawan ditangkap oleh kepala keamanan Ahmadiyah yang membawa 25 pemuda keamanan Ahmadiyah malam itu. Slogan Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci itu menurut Dr Hasan Audah, pertama kali diucapkan oleh khalifah sebelum Thahir Ahmad. Kata-kata itu adalah perkataan yang bertentangan dengan Islam. Karena Islam bersikap Asyidaau ‘alal kuffar ruhamaau bainahum (bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih sayang sesama Muslim). Bohong dan bertentangan dengan Islam itulah inti ajaran Ahmadiyah. Karena nabinya, Mirza Ghulam Ahmad, adalah seorang pembohong dan pembuat ajaran yang bertentangan dengan Islam. Pengakuan Palsu Bertahap Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan beberapa pengakuan palsu secara bertahap. 1. Pertama, ia mengaku sebagai mujaddid (pembaru). 2. Kemudian ia mengaku sebagai nabi yang tidak membawa syari’at. 3. Kemudian ia mengaku sebagai nabi dan rasul membawa syari’at, menerima wahyu seperti Al-Qur’an dan menerapkannya kepada dirinya. 4. Setelah itu ia mengikuti cara-cara kebatinan dan zindiq (kufur) dalam ungkapan-ungkapannya. Ia mengikuti cara-cara Baha’i dalam mengaburkan ucapannya. 5. Kemudian ia mulai meniru mu’jizat penutup para nabi, Nabi Muhammad saw. 6. Lalu menjadikan masjidnya sebagai Masjid Al-Aqsha, dan desanya sebagai Makkah Al-Masih. 7. Ia jadikan Lahore sebagai Madinah, dan menara masjidnya diberi nama menara Al-Masih. 8. Ia membangun pemakaman yang diberi nama pemakaman al-jannah, semua yang dimakamkan di sana adalah ahli syurga. (Syaikh Muhammad Yusuf Al-Banuri, ahli Hadits di Karachi Pakistan, dalam kata pengantar buku Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, Keyakinan Al-Qadiani, LPPI, 2002, hal xxii). Cukuplah jelas apa yang ditegaskan Nabi Muhammad saw: “Kiamat tidak akan tiba sebelum dibangkikannyat para Dajjal pendusta yang jumlahnya hampir tiga puluh orang. Setiap mereka mendakwakan bahwa dirinya adalah Rasul Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim). Ahmadiyah Mengkafirkan Muslimin Seorang Muslim yang tidak percaya akan da’wah pengakuan Ghulam Ahmad sebagai “nabi” dan “rasul”, maka orang Muslim itu dikafirkan oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan aneka ucapannya dan ucapan pengikutnya. Bahkan ucapan yang dinisbatkan kepada Allah swt dalam Kitab Tadzkirah Wahyu Muqoddas, wahyu suci yang dianggap dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad: 1. 1.Sayaquulul ‘aduwwulasta mursalan. Musuh akan berkata, kamu bukanlah (orang yang) diutus (oleh Allah). (Tadzkirah, halaman 402). Lalu perkataan Mirza Ghulam Ahmad: Seseorang yang tidak beriman kepadaku, ia tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. (Haqiqat ul-Wahyi, hal. 163). 2. “Sikap orang yang sampai da’wahku kepadanya tapi ia tak mau beriman kepadaku, maka ia kafir. (S.k. al-Fazal, 15 Januari 1935). 3. Basyiruddin, adik Mirza Ghulam Ahmad, berkisah: “Di Lucknow, seseorang menemuiku dan bertanya: “Seperti tersiar di kalangan orang ramai, betulkah anda mengafirkan kaum Muslimin yang tidak menganut agama Ahmadiyah?” Kujawab: “Tak syak lagi, kami memang telah mengafirkan kalian!” Mendengar jawabanku, orang tadi terkejut dan tercengang keheranan.” (Anwar Khilafat, h. 92). 4. Ucapannya lagi: “Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai ‘nabi’ dan ‘rasul’ Allah, sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!” (S.k. al-Fazal, 26 Juni 1922). 5. Katanya lagi: “Setiap orang yang tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, maka dia kafir, keluar dari agama walaupun dia Muslim, walaupun ia sama sekali belum mendengar nama Ghulam Ahmad”. (Ainah Shadaqat, h. 35). 6. Dan Basyir Ahmad meningkahi ucapan abang kandungnya: “….. Setiap orang yang beriman kepada Muhammad tapi tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, dia kafir, kafir, tak diragukan lagi kekafirannya”. (Review of Religions,No. 35; Vol. XIV, h. 110). Lebih Berbahaya dari Bandar Narkoba Mirza Ghulan Ahmad, selain mengaku nabi, di samping bohong, ia menulis buku dan selebaran untuk mendukung Penjajah Inggris, dan menghapus jihad sampai sebanyak 50 lemari. Pantaslah kalau Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) yang berpusat di Makkah tahun 1394 H menghukumi aliran Ahmadiyah itu kafir, bukan Islam, dan tak boleh berhaji ke Makkah. Karena memang syarat-syarat sebagai dajjal pendusta dalam diri Mirza pendiri Ahmadiyah ini telah nyata. Tinggal penguasa di negeri-negeri Islam menghadapinya, dengan mencontoh Abu Bakar ra yang telah mengerahkan 10.000 tentara untuk memerangi nabi palsu, Musailamah Al-Kadzdzab, hingga tewas. Karena nabi palsunya, Mirza Ghulam Ahmad, telah mati dengan dihinakan oleh Allah Swt, maka penguasa kini tinggal melarang ajarannya, membekukan asset-asset pendukungnya, dan membubarkan aktivitasnya. Penguasa adalah pelindung, sebagaimana berkewajiban melindungi masyarakat dari perusakan jasmani misalnya narkoba, perusakan mental misalnya judi, maka perusakan aqidah, penodaan, dan pemalsuan yang dilakukan Ahmadiyah mesti dihentikan, dilarang dan diberantas tuntas. Membiarkannya, berarti membiarkan kriminalitas meruyak di masyarakat, bahkan bisa diartikan mendukung rusaknya masyarakat. Padahal sudah ada contohnya, negeri jiran, Malaysia telah melarang Ahmadiyah sejak 1975. Sedang MUI (Majelis Ulama Indonesai) pun telah memfatwakan sesatnya Ahmadiyah sejak 1980. Forum Ukhuwah Islamiyah terdiri dari sejumlah Ormas Islam telah mengajukan suratke kejaksaan Agung untuk dilarangnya aliran sesat Ahmadiyah, September 1994.Permohonan yang sama juga dilakukan oleh LPPI pada tahun 1994. Larangan Ahmadiyah oleh beberapa Kejaksaan Negeri (Subang 1976, Selong Lombok Timur 1983, Sungai Penuh 1989, dan Tarakan 1989) serta larangan Ahmadiyah oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 1984. Jaksa Agung masih menunggu apa lagi? (Abu Qori)
|
تم التطوير باستخدام نظام مداد كلاود لإدارة المحتوى الرقمي بلغات متعددة .